
Hampir lima dekade sejak ditemukan pada 1973, nasib lapangan gas raksasa Blok Natuna D-Alpha atau yang sekarang dikenal dengan nama East Natuna, dan disebut-sebut menyimpan potensi sebesar 222 miliar kaki kubik (trilion cubic feet/Tcf) masih terombang-ambing tanpa kejelasan. Tingginya risiko serta keekonomian menjadi faktor yang membuat ladang gas yang merupakan bagian dari Blok East Natuna ini sulit dilirik investor. Tak heran jika upaya pemerintah menjaring investor untuk menggarap lapangan kaya gas ini belum jua membuahkan hasil. Ditambah lagi dengan permasalahan klaim batas wilayah di Laut China Selatan yang terus bergulir, berpotensi menghambat masuknya investasi di salah satu proyek migas dengan potensi gas terbesar di Indonesia.